top of page
Dinda Adiliya

Balada Kehidupan Pelacur, Perlukah Melegalkan Prostitusi di Indonesia?



Prostitusi Bukan “Barang Baru” di Indonesia


Bisnis prostitusi telah lama menjadi bisnis terlarang di Indonesia. Bisnis ini masih saja lestari meski pemerintah telah berkali-kali menggusur dan memberikan hukuman bagi penyedia tempat prostitusi maupun pengguna jasa. Hal ini telah diatur dalam beberapa pasal pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yakni Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 506, dan Pasal 284.


Namun baru-baru ini ramai dibahas bahwa prostitusi sebaiknya dilegalkan. Harapannya, terdapat regulasi yang dapat melindungi hak-hak pekerjanya dan menekan maraknya bisnis prostitusi tak berizin. Selain itu legalisasi prostitusi dipercaya dapat mengatasi masalah perdagangan orang.


Apakah benar legalisasi prostitusi membawa keuntungan? Atau malah memperparah keadaan?


Bukannya Menekan, Legalisasi Justru Dapat Meningkatkan Human Trafficking


Salah satu tujuan melegalkan prostitusi adalah untuk mengurangi jumlah kasus perdagangan orang. Namun yang akan terjadi malah sebaliknya. Legalisasi prostitusi meningkatkan demand dan memperluas pasar. Maka, pekerja yang dibutuhkan akan semakin banyak pula. Hasilnya, penyedia jasa (mucikari) akan melakukan segala cara untuk ‘memasok’ PSK (Pekerja Seks Komersial), salah satunya dengan human trafficking. Hal ini pun tidak menutup kemungkinan meningkatnya pekerja seks di bawah umur.


Telah banyak kasus perdagangan orang terjadi. Umumnya para korban dijanjikan akan diberikan pekerjaan. Bukan pekerjaan yang didapat, mereka malah dijebak dan dijual kepada mucikari untuk dijadikan pekerja seks.


Sex Work is (not) Work


Tak dapat dipungkiri bahwa aktivitas seksual merupakan kebutuhan batin bagi manusia. Namun, rasanya ini bukanlah suatu hal yang transaksional. Seks tidak dapat menjadi objek jual beli. Maka, praktik prostitusi sudah salah sedari awal, baik dilakukan secara legal maupun ilegal.


Banyak orang percaya bahwa pekerja seks tidak berbeda dengan pekerja pada bidang jasa lainnya. Padahal, pekerjaan yang baik harus menciptakan kesetaraan dan dapat mensejahterakan secara berkelanjutan. Pekerjaan mestinya dilakukan atas dasar kemauan sendiri dan tidak eksploitatif. Prostitusi tidak memenuhi syarat pekerjaan layak.


Kita tahu pekerja seks sangat rentan menjadi korban kekerasan. Hal ini dikarenakan “pelanggan” yang merasa telah membayar sejumlah uang berhak melakukan semaunya yang tak jarang membahayakan pekerja. Belum lagi kemungkinan terkena penyakit menular seksual dari pelanggan yang tidak diketahui latar belakang kesehatannya. Maka, tidak ada jaminan keselamatan pekerja dalam dunia prostitusi sekalipun bisnis ini telah dilegalkan.


Wanita Bukan Cuma Pemuas Nafsu!


Prostitusi legal dapat semakin mempersempit pilihan perempuan. Memang ada perempuan yang melakukan pekerjaan ini atas dasar kesenangan. Tetapi tak menutup fakta bahwa sebagian besar dari mereka terpaksa untuk melakukan pekerjaan ini. Kita tidak perlu jauh-jauh membahas my body, my choice karena sesungguhnya mereka memang tak punya pilihan lain selain menjual tubuh sebagai sumber penghasilan.


Dalam melakukan pekerjaannya, perempuan bahkan tak punya hak atas tubuhnya. Mereka perlu melayani sesuai dengan kemauan pelanggan dan tak dapat menolak. Maka, adanya prostitusi legal semakin menciptakan persepsi bahwa tubuh perempuan hanyalah objek pemuas laki-laki dan barang dagangan.


Belum lagi stigma yang telah terbentuk di masyarakat yang masih memandang sebelah mata mantan PSK. Hal ini justru menjerat mereka untuk tetap berada dalam lingkaran setan karena tak ada jaminan mendapat pekerjaan yang baik begitu keluar dari bisnis haram ini.


Apa Solusi yang Tepat?


Melegalkan prostitusi bukanlah cara yang tepat dan cerdas untuk mengatasi permasalahan yang tak sederhana ini. Bukannya mendatangkan manfaat, masalah yang timbul justru lebih banyak.


Bahkan, negara-negara yang telah melegalkan prostitusi masih gagal mengatasi berbagai persoalan menyangkut hal ini, termasuk sex trafficking.


Jika tujuannya adalah mencegah perdagangan orang, hal ini telah diatur dalam KUHP sehingga yang dibutuhkan adalah keseriusan dalam perlindungan korban dengan menghapus hukuman pidana bagi para PSK. Di sini lain, tetap memandang prostitusi sebagai kejahatan dan siapa pun yang memakai serta menyediakan jasanya perlu dihukum.


 

Referensi:



  • Raymond, Janice. (2003). Ten Reasons for Not Legalizing Prostitution and a Legal Response to the Demand for Prostitution. Journal of Trauma Practice. 2(3-4) DOI:10.1300/J189v02n03_17


  • Saputra, M. R. Efforts to Legalize the Prostitution Business and Its Relationship with Gender Equality Based on the Perspective of Normative Law and Economics in Indonesia. Journal of Creativity Student 2020, Vol. 5(2) 165-186 DOI: 10.15294/jcs.v7i2.38493


6 views0 comments

Comments


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page