top of page
Yasmin

Donasi Daring: Untuk Apa, Untuk Siapa?



Perkara Donasi Daring, Dari Singgih Sahara, Livy Renata, hingga ACT


Belakangan ini, publik jagat maya ramai menyoroti beberapa fenomena penggalangan dana daring yang dinilai problematik. Pertama, komika Singgih Sahara menggalang dana melalui Twitter/X dan Kitabisa untuk biaya pengobatan ibu dan anaknya, namun ia diduga menggunakan sebagian hasil donasi tersebut untuk berfoya-foya. Setelah pihak Kitabisa mengonfirmasi bahwa sebagian dana tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya, penggalangan dana Singgih ditutup dan ia diminta mengembalikan dana donasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.


Kemudian, sosok influencer Livy Renata membuat heboh dengan membuka donasi daring melalui platform Trakteer untuk membelikan mobil untuk ibunya. Livy berkilah bahwa ia bukannya membuka donasi, melainkan mengunggah foto eksklusif yang bisa diakses dengan membayar melalui Trakteer. Setelah berhasil, kini Livy kembali menggalang dana untuk membelikan ibunya helikopter.


Sebelum itu, kasus seputar donasi daring yang pernah menggemparkan datang dari lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Lembaga amal ini terbukti menyelewengkan dana santunan keluarga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air pada tahun 2018. ACT juga memotong 20-30% hasil donasi untuk menggaji karyawan, sedangkan petinggi ACT sendiri memperoleh puluhan hingga ratusan juta rupiah. Hal ini berujung pada pidana penjara yang dijatuhkan kepada empat petinggi ACT pada Desember 2022.


Donasi Untuk Siapa?


Kasus-kasus di atas seolah mencederai semangat berdonasi daring di tengah masyarakat Indonesia. Di samping penyelewengan dana hasil sumbangan, yang juga menjadi perhatian adalah penggalangan dana yang dilakukan orang borjuis untuk memenuhi kebutuhan tersier. Padahal, menurut hasil jajak pendapat Kompas pada 22-23 Januari 2019, masyarakat umumnya menganggap donasi diberikan kepada mereka yang sedang berada dalam situasi kesulitan atau tidak berdaya, antara lain korban bencana alam dan anak-anak di panti asuhan serta kemiskinan.


Siapa Yang Dirugikan?


Penyalahgunaan donasi, baik oleh penggalang dana maupun pihak perantara, sangat mungkin dapat menimbulkan antipati masyarakat terhadap penggalangan donasi ke depannya. Mengutip Tirto, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesia Institute, Putu Rusta Adijaya, berpendapat bahwa penyalahgunaan donasi dapat merugikan masyarakat menengah ke bawah. Pasalnya, publik dapat menjadi segan berpartisipasi dalam penggalangan donasi sehingga merugikan masyarakat kurang mampu yang benar-benar membutuhkan bantuan.


Payung Hukum Donasi di Indonesia


Dalam hukum Indonesia, donasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang. Berdasarkan aturan-aturan tersebut, Pengumpulan Uang atau Barang (PUB) diselenggarakan melalui organisasi kemasyarakatan berbadan hukum, seperti yayasan, yang sudah mendapatkan izin menteri, gubernur, atau bupati/walikota. Penyelenggara PUB yang sudah memiliki izin memiliki kewajiban untuk melaksanakan PUB sesuai aturan yang berlaku dan menyampaikan laporan serta bukti pertanggungjawaban PUB.


Penyelenggaraan donasi khususnya secara daring perlu mendapat pengawasan secara lebih ketat untuk menghindari tindakan tidak bertanggung jawab atas dana yang terkumpul. Perlu juga memperhatikan tujuan penggalangan dana agar kegiatan donasi lebih terarah, terutama sebagai sarana untuk menolong pihak yang benar-benar membutuhkan.


 

Referensi:








1 view0 comments

댓글


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

bottom of page