Zaken Kabinet merupakan konsep kabinet di Indonesia yang terdiri dari para ahli non-politisi, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan, mencegah multifungsi kabinet, dan mencegah korupsi. Contoh sukses di dalam sejarah kabinet Indonesia dari konsep ini adalah Kabinet Djuanda, Kabinet Natsir, dan Kabinet Wilopo.
Banyak yang berpikir bahwa tidak terbentuknya kembali Zaken Kabinet adalah ulahnya Politisi atau Partai Politik. Namun, pada kenyataannya, sistem demokrasi Indonesia saat ini lah yang menjadi tersangka utama dalam tidak terciptanya kembali Zaken Kabinet.
Presiden Menjadi Menjual Janji dan Berkompromi
Fakta bahwa pemilihan Presiden secara langsung, dengan jumlah partisipasi politik di Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat di Indonesia menjadi salah satu akar masalahnya.
Jumlah Pemilih Terdaftar di Pemilihan Presiden secara langsung
Tahun | Putaran 1 | Putaran 2 |
2004 | 156.1199.165 | 153.312.440 |
2009 | 176.367.056 | - |
2014 | 190.307.134 | - |
2019 | 190.770.329 | - |
Uang Adalah Kemenangan, Efeknya Justru Mematikan!
Efek paling besarnya dari jumlah partisipasi politik tersebut adalah berhasil mengubah “Bagaimana Cara Untuk Menang” dalam kontestasi pemilu yang memaksa calon presiden dan wakilnya untuk mengumpulkan lebih banyak dukungan politik dan uang. Hal tersebut membuat calon presiden dan wakilnya sangat sulit untuk bisa berdiri di kaki sendiri tanpa “berkompromi” dan “berbagi jatah”. Tentu, bagai partai politik, salah satu “janji” yang harus ditepati oleh calon presiden nanti adalah adanya kader dari partai pendukung di jejeran Menteri. Hal ini sama sekali tidak melanggar hukum karena sudah diatur di undang-undang, bahwa Presiden mempunyai hak prerogatif untuk bisa memilih jajaran Menteri.
Jabatan Menteri Untuk Melunasi Modal
Perlu diingat bahwa kompetisi yang dihadapi oleh Partai politik bukan hanya pemilihan Presiden. Namun, juga adalah pemilihan Legislatif. Sistem Pemilihan Legislatif yang menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka, dengan ambang batas 4% total suara nasional untuk masuk Senayan, dan realita bahwa jumlah partisipasi politik yang besar, membuat bukan hanya dinamika persaingan antar partai politik yang semakin meruncing. Namun, juga di dalam internal partai itu sendiri.
Jumlah Pemilih Terdaftar di Pemilihan Presiden dan Legislatif Secara langsung
Tahun | Legislatif |
2004 | 148.000.359 |
2009 | 171.265.441 |
2014 | 185.826.024 |
2019 | 190.770.329 |
Peningkatan partisipasi politik tersebut juga korelasinya besar terhadap peningkatan kebutuhan dana dan usaha dari tiap individu politisi maupun partai itu sendiri untuk memenangkan pemilihan legislatif.
Pengeluaran yang sangat besar, membuat partai politik berpikir keras bagaimana modal pemilu legislatif ini bisa terbayar lunas, maupun bisa menghasilkan keuntungan yang konversinya bisa datang dari peningkatan influensitas dari partai politik itu sendiri.
Perlu dicatat juga bahwa masuknya partai politik ke dalam tubuh pemerintahan akan menjadi angin segar bagi partai tersebut dengan eksistensi di masyarakat, akses yang lebih baik ke sumber daya negara, pengaruh lebih besar pada kebijakan, jaringan yang lebih kuat dengan tokoh berpengaruh, dan tentunya dukungan lebih besar untuk pemilu yang akan datang.
Hal tersebut bisa lebih dipastikan dampaknya, bahkan berlipat ganda dengan adanya kader parpol tersebut di deretan nama menteri yang ditentukan presiden terpilih. Hal tersebut menjadi contoh bagaimana sistem demokrasi Indonesia berpengaruh sangat buruk terhadap kemungkinan Zaken Kabinet kembali ada.
Menteri adalah “Pembantu” dan “Satpam” Saya!
Sistem demokrasi Indonesia tidak terlepas dari “Trias Politica” yang berarti konsep saling mengawasi yang terdiri dari Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif. Hal tersebut mendorong Presiden selaku aktor Eksekutif yang terpilih pun perlu menteri yang bukan hanya membantu pekerjaan untuk menjalankan pemerintahan, juga menjadi “pengaman” Presiden dari serangan Legislatif dan Yudikatif. Hal tersebut dinilai sangat bermanfaat sekali untuk Presiden untuk bebas melakukan manuver politik, pengambilan kebijakan, dan hal lainnya. Hal tersebut membuat bagaimana pembentukan Zaken Kabinet semakin tidak visible untuk kembali terwujud.
Zaken Kabinet Bak Mimpi Di Siang Bolong!
Selama sistem demokrasi Indonesia masih terus sama, sistem ini sendiri yang akan jadi momok besar bagi kehadiran Zaken Kabinet. Meskipun konsep Zaken Kabinet diyakini memiliki potensi besar dalam peningkatan kualitas pelaksanaan pemerintah, seperti apa yang sudah terjadi saat Kabinet tersebut diimplementasikan, implementasinya di Indonesia saat ini terhambat oleh dinamika politik yang dihasilkan oleh sistem demokrasi Indonesia.
Referensi:
CNN Indonesia. (2023, June 15). Apa itu sistem proporsional terbuka dalam pemilu? CNN Indonesia https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230615133854-561-962248/apa-itu-sistem-proporsional-terbuka-dalam-pemilu
Kompas. (n.d.). Pemilu Indonesia dari masa ke masa. Kompas Multimedia https://www.kompas.id/baca/kompas_multimedia/pemilu-indonesia-dari-masa-ke-masa
O'Mahoney, J. (2023). Who’s pulling the strings in global crises? Journal of Global Security Studies, 8(3), ogad015 https://doi.org/10.1093/jogss/ogad015
PLOS ONE. (2021). Impact of electoral systems on public health outcomes: A global analysis. PLOS ONE https://doi.org/10.1371/journal.pone.0257335
International Studies Quarterly. (2022). Electoral systems and democratic resilience. International Studies Quarterly, 66(1), sqab094 https://doi.org/10.1093/isq/sqab094
Government and Opposition. (n.d.). Political oppositions in democratic and authoritarian regimes: A state-of-the-fields review. Government and Opposition https://doi.org/10.1017/gov.2021.18
Comentarios