top of page

Unjuk Rasa Tanpa Kekerasan: Solidaritas dan Kreativitas Pemuda Korea Selatan Melawan Kediktatoran

  • Anin
  • Dec 19, 2024
  • 2 min read


Aksi Aman Bagi Semua Kalangan


Unjuk rasa besar-besaran menuntut pemakzulan Presiden Yook Suk Yeol di Korea Selatan menggemparkan seluruh dunia. Pasalnya, alih-alih berdemo menggunakan kekerasan, mereka justru menyuarakan aksi dengan cara tak biasa.


Dari lightstick grup idola hingga poster meme dengan humor satir, menjelma menjadi simbol perlawanan menggulingkan rezim yang sewenang-wenang.


Nyanyian ‘K-Pop’ sebagai Simbol Perlawanan


Tak hanya menjadi ajang menyuarakan ketidakpuasan, unjuk rasa berubah menjadi momen menyenangkan layaknya konser. Massa yang mayoritas generasi milenial dan gen z memadati ruas-ruas jalan, dengan kompak membakar semangat menyanyikan lagu-lagu ‘K-pop’ bernada sindiran.


Cara unik ini menjadi bukti bahwa demonstrasi tak melulu rusuh. Meski terlihat tak serius, mereka tetap pada tujuan yang jelas; menuntut perubahan, transparansi, dan penghormatan terhadap demokrasi.


Rakyat Turun ke Jalan, Pemimpin Tumbang


Sejak dikeluarkannya deklarasi darurat militer, massa tak henti-hentinya beraksi. Bahkan mereka rela meninggalkan rutinitas pekerjaan demi menyuarakan aspirasi. Solidaritas berhasil menyatukan berbagai lapisan masyarakat.


Puncaknya, Presiden Yoon akhirnya dimakzulkan berdasarkan voting tertinggi Majelis Nasional Korea Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan solidaritas, kesatuan visi, dan tekanan dari berbagai pihak mampu meruntuhkan kediktatoran.


Suram dan Malang, Nasib Demonstrasi di Indonesia


Di Korea Selatan, demonstrasi bisa berlangsung berhari-hari tanpa takut ancaman pembubaran paksa. Amat kontras dengan keadaan negara kita ketika aparat kerap kali membubarkan massa dengan tindakan represif.


Unjuk rasa yang tadinya tentram justru menjadi suram. Tak jarang penyiksaan, tembakan water cannon, gas air mata, hingga aksi penculikan menjadi jalan tengah untuk meredam gejolak demonstrasi.


Aparat Penjerat Suara Rakyat


Berdasarkan data terbaru KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), terdapat 280 korban brutalitas aparat yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama saat penanganan demonstrasi. Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan besar, apakah kebebasan berekspresi benar-benar dihargai, atau hanya sebatas jargon tanpa implementasi?


Transformasi Aksi Tanpa Menghilangkan Urgensi


Aksi generasi milenial dan gen Z berhasil menciptakan cara baru untuk bersuara. Protes di era modern tak lagi terbatas pada orasi lantang dan poster panjang berisi tuntutan, melainkan bertransformasi menjadi aksi kolektif yang kreatif dan sarat akan makna, serta mampu memanfaatkan budaya tanpa mengurangi urgensi tuntutan yang dibawa.


 

Referensi:



Comments


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

#DiamBukanPilihan

Pengamat Negeri merupakan platform digital dibidang media informasi yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dengan menyajikan konten-konten informastif, aktual, dan faktual.

Available on

Visit us

Head Office - Jakarta
The City Tower Lt. 12 Unit 1N Jl. MH Thamrin No. 81 Kel. Menteng Kec. Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Region Office - Medan
Saga Creative Hub - Komp. Setia Budi Center Blok B - 9, Tj. Rejo, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara 20122, Indonesia

Find Us

  • Instagram
  • TikTok
  • LinkedIn

© Copyright 2025 Pengamat Negeri

Indonesian Original Platform

bottom of page