Wacana Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Jumat (28/06), pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, untuk membahas wacana amandemen UUD 1945. Ahmad Basarah, Wakil Ketua MPR RI, menjelaskan isi rapat tersebut bahwa anggota dibawah pimpinan MPR RI tidak akan mengerjakan Amandemen UUD NKRI 1945. Dikarenakan jadwal tugas mereka tersisa tiga bulan. Di dalam aturan tata tertib, anggota MPR baru bisa mengubah UUD jika masa jabatannya masih lama atau diatas enam bulan. Maka, Basarah memberikan kegiatan ini untuk anggota MPR pada periode berikutnya.
OTW Otoriter, Pemilihan Presiden Akan Dihilangkan?
Salah satu isi amandemen UUD 1945 adalah sistem pemilu yang menjawab segala kebutuhan untuk melakukan reformasi politik. Dari awal, PDI Perjuangan memilih untuk sistem pemilihan proporsional tertutup. Akan tetapi, sistem ini ditolak karena kepercayaan untuk partai politik belum ada. Dengan opini-opini masyarakat yang berkembang, proporsional tertutup tanpa adanya reformasi partai politik akan memicu sanggahan-sanggahan di dalam politik. Oleh karena itu, PDI Perjuangan akhirnya setuju dengan sanggahan tersebut dan mulai merubah jalan pikirannya. Partai ini akhirnya memiliki sertifikat dalam pengelolaan manajemen dan aset organisasi. Selain itu, PDI Perjuangan menjadi partai yang terbuka. Di sisi keuangan partai, PDI Perjuangan menjadi bagian dari subjek audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan audit dari akuntan publik independen.
MPR Harus Jadi “Superman”!
Menguatkan peran MPR juga merupakan salah satu poin penting dari isi amandemen UUD. Saat amandemen keempat UUD 1945, peran MPR hanya menjadi lembaga negara yang mengurus fungi-fungsi formal kenegaraan seperti pelantikan presiden. PDI Perjuangan berpendapat bahwa seharusnya MPR dijadikan sebagai lembaga negara yang memiliki kekuasaan untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dikarenakan saat tidak adanya GBHN, pemerintahan sangat bergantung pada orientasi pembangunan dari presiden yang terpilih tiap lima tahun. Dengan presiden yang memiliki perbedaan orientasi, dikhawatirkan tahapan pembangunan jangka panjang akan terganggu. Dengan memasukkan GBHN lagi ke dalam amandemen UUD, kedudukan politiknya akan semakin kuat bersamaan dengan ketetapan MPR sebagai hierarki hukum yang berada di atas Undang-Undang.
Menebak Masa Depan Melalui Sistem Politik
Dampaknya tergantung pada sejauh mana amandemen UUD 1945 ini diterapkan pada NKRI. Hasil amandemen harus direalisasikan pada masyarakat Indonesia. Jika berpengaruh besar terhadap negara Indonesia, bisa dikatakan NKRI akan menjadi negara yang maju dan lebih baik di masa yang akan datang.
Referensi:
Jokowi & MPR Bahas Amandemen UUD 1945, Ini Hasilnya!. (2024, June 28). CNBC Indonesia. Retrieved July 03, 2024 from https://www.cnbcindonesia.com/news/20240628164130-4-550316/jokowi-mpr-bahas-amandemen-uud-1945-ini-hasilnya
Urgensu Amandemen UUD 1945. (2024, July 01). Detik.com. Retrieved July 03, 2024 from https://news.detik.com/kolom/d-7417692/urgensi-amandemen-uud-1945
Kesenjangan Konstitusi dan Budaya Konstitusional. (2024, July 01). detik.com. Retrieved July 04, 2024 from https://news.detik.com/kolom/d-7417456/kesenjangan-konstitusi-dan-budaya-konstitusional
Comments