top of page

Dari QRIS Hingga Mangga Dua: Amerika Serikat “Ketar-Ketir” Dengan Indonesia?

  • Writer: Pengamat Negeri
    Pengamat Negeri
  • 16 hours ago
  • 3 min read


Kenapa Indonesia “Sibuk”?


Pasca diumumkan Presiden Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025 lalu, dinamika dunia terhadap kebijakan tarif dagang Amerika Serikat (AS) terus bergejolak. Berbagai negara di dunia yang terkena imbasnya terus “ribut” karena akan berdampak pada perekonomian negaranya. Tak terkecuali Indonesia, Indonesia yang terkena dampak tarif dagang baru tersebut terlihat “sibuk” kesana kemari dan lobi sana sini. Terbaru, delegasi Indonesia pergi secara khusus ke Amerika Serikat untuk bernegosiasi terkait tarif dagang tersebut. Indonesia terkena tarif dagang ke barang AS sebesar 64 persen dan tarif resiprokal sebesar 32 persen. Meskipun pemberlakuannya ditunda hingga 90 hari kedepan dimulai sejak 9 April 2025, berbagai negara terus merespon dengan berbagai negosiasi hingga “balas dendam”.


Diam Tapi Di Senggol, So Asik Banget Sih! 


Sistem keuangan canggih milik Indonesia hasil karya Bank Indonesia (BI) pun turut menjadi sasaran Amerika Serikat dalam “perang dagang” ini. QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) atau sistem pembayaran digital milik Indonesia tersebut termuat dalam laporan tahunan National Trade Estimate (NTE) 2025 milik Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) karena sistem pembayaran QRIS dianggap mempunyai kecenderungan protektif dan semakin tertutup terhadap pelaku usaha global. Amerika Serikat beralasan bahwa proses pembuatan kebijakan QRIS minim keterlibatan pihak internasional, khususnya pelaku usaha asal AS. 


Di Indonesia, QRIS dipakai secara luas bahkan go international, beberapa negara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura sudah bisa menggunakan QRIS serta direncanakan akan bisa digunakan di Jepang, China, India, Korea Selatan, Arab Saudi, dan beberapa negara lainnya yang bekerja sama. 


GPN Ikut Jadi Korban “Serangan” Amerika Serikat


GPN atau National Payment Gateway milik Indonesia turut tercantum dalam laporan USTR. Hal tersebut dikarenakan kebijakan BI yang mewajibkan seluruh transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik diproses melalui National Payment Gateway (GPN). Dalam aturannya, lembaga switching GPN harus berbasis di Indonesia dan memiliki lisensi dari BI. Selain itu, perusahaan asing yang ingin ikut serta diwajibkan menjalin kemitraan dengan perusahaan lokal dan harus mendukung pengembangan industri dalam negeri, termasuk dengan melakukan transfer teknologi. Kebijakan tersebut dianggap dapat semakin mempersempit penggunaan layanan pembayaran internasional, khususnya dari perusahaan asal AS.


Mangga Dua Sarang Barang KW?


Dalam laporan USTR tersebut juga menyebutkan Mangga Dua Jakarta, Amerika Serikat mengeluhkan keberadaan Mangga Dua yang disebut sebagai sarang barang bajakan atau KW. Barang bajakan dinilai sebagai penghambat hubungan dagang antara Amerika dan Indonesia. Dalam laporan tersebut, kawasan Mangga Dua masuk dalam daftar pantauan prioritas Amerika Serikat karena terindikasi terdapat transaksi barang bajakan yang masif. Namun, Mangga Dua masih tetap ramai dengan aktivitas jual beli seakan berkata “bodo amat lu Amerika” dengan logat betawi. Sementara itu, Menteri Perdagangan, Budi Santoso akan turut melakukan penyelidikan terhadap kritisi Amerika tersebut. 


Dunia Merespon Kencang!


Negara-negara dunia yang terkena imbas tarif dagang tentu memberikan berbagai respon, bentuk “emosi” berbagai negara: 




 “Goyangan Maut” Tarif Dagang Dan Amerika Yang “Ketar-ketir”


Kebijakan tarif dagang yang diinisiasi Presiden Donald Trump seakan menjadi senjata makan tuan. Bagaimana tidak, pasca pengumuman tersebut dunia menjadi bising karena respon berbagai negara terhadap sektor perdagangan dunia. Perang dagang secara masif dan terbuka seakan dimulai dengan “Goyangan Maut” Amerika Serikat tersebut. Bukannya, berdampak positif justru menggambarkan kondisi ekonomi AS yang tidak stabil bahkan berujung “maut” karena mulai tersaingi keberadaannya.

Selain itu, kedigdayaan Amerika Serikat dalam ekonomi dunia mulai terganggu. Penggunaan VISA atau MasterCard sebagai sistem pembayaran AS mulai tersaingi dengan berbagai sistem pembayaran atau transaksi elektronik dari berbagai negara seperti QRIS milik Indonesia hingga keberadaan dompet digital (e-wallet) yang tersebar luas di berbagai negara di dunia. Perkembangan teknologi dari berbagai negara seperti China yang notabennya adalah pesaing ekonomi AS juga turut menjadi faktor X kekhawatiran AS. Oleh karena itu, nampaknya Amerika Serikat mulai “ketar-ketir” terhadap perkembangan dunia sehingga gelisah dan membuat berbagai kebijakan nyeleneh.


 


Referensi:



Commentaires


Submit Tulisanmu

Kirimkan tulisan Anda dan jadilah bagian dari komunitas kami yang berkontribusi dalam berbagai topik menarik yang kami sajikan kepada pembaca setia kami.

#DiamBukanPilihan

Pengamat Negeri merupakan platform digital dibidang media informasi yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dengan menyajikan konten-konten informastif, aktual, dan faktual.

Available on

Visit us

Head Office - Jakarta
The City Tower Lt. 12 Unit 1N Jl. MH Thamrin No. 81 Kel. Menteng Kec. Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Region Office - Medan
Saga Creative Hub - Komp. Setia Budi Center Blok B - 9, Tj. Rejo, Kec. Medan Sunggal, Kota Medan, Sumatera Utara 20122, Indonesia

Find Us

  • Instagram
  • TikTok
  • LinkedIn

© Copyright 2025 Pengamat Negeri

Indonesian Original Platform

bottom of page