Gejolak Konsumerisme Akibat FOMO
Pada era serba digital ini, peran influencer dan media sosial sering kali mendorong perputaran tren yang begitu masif, menjerumuskan masyarakat bersifat konsumtif. Mulai dari gantungan tas monster lucu, blind box berisi mainan, hingga cokelat viral dari Dubai, para influencer mampu menciptakan rasa FOMO (fear of missing out), lantas menciptakan standar gaya hidup yang menjelma menjadi simbol status seseorang.
Kelas Menengah Terancam Bahaya
Di masa ekonomi yang tak baik-baik saja, perilaku impulsif dan konsumtif justru lebih tercermin pada penduduk kelas menengah. Padahal penemuan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa 9,48 juta warga kelas menengah Indonesia turun kelas dalam lima tahun terakhir.
Kelas menengah yang berperan penting dalam kemajuan ekonomi justru terbukti rentan terhadap perubahan dan krisis yang dapat terjadi kapan saja, tak membuat mereka ogah mengikuti tren yang ada. Mereka bahkan rela berebutan dan mengantri panjang demi barang-barang yang sepenuhnya tidak diperlukan.
‘The Lipstick Effect’, Bergaya Tak Sesuai Dompet
The Lipstick Effect adalah fenomena ketika konsumen masih mengeluarkan uang demi sebuah produk tak berguna dengan dalih ‘self reward’ meski kondisi ekonomi sedang tak baik-baik. Ironisnya, mereka mengetahui dengan pasti kesenangan tersebut hanya hinggap sementara sebelum dihadapkan kembali pada realita.
Jika terus menerus dilakukan, hal ini memberi kesan seakan kondisi ekonomi mereka masih stabil. Padahal kenyataannya standar hidup mereka perlahan tergerus, berakibat kurangnya daya beli barang-barang yang jauh lebih penting bagi peningkatan aset dan kesejahteraan jangka panjang.
Cicilan dan Tagihan Bukan Masalah Besar
Sifat konsumtif ini memicu orang-orang melakukan segala cara agar tak ketinggalan. Cicilan dan pinjaman dianggap solusi, demi mengikuti tren yang sedang ramai diminati. Akibatnya, utang menumpuk dan kebutuhan hidup utama gagal terpenuhi.
Media sosial penuh tipu daya hingga mereka menutup mata akan kenyataan hidup yang amat berbeda. Mereka tak akan mampu setara dengan para influencer yang mampu membeli apa saja tanpa memusingkan tagihan setiap bulan.
Tren Tak Bisa Tingkatkan Status Sosial
Mengikuti tren dan gaya hidup seseorang yang kita lihat hanya dari media sosial tak selalu berakhir indah. Alih-alih meningkatkan status sosial, fenomena ini justru mengantarkan pada kesulitan ekonomi besar-besaran. Tren menyenangkan hanya akan menciptakan kelas sosial yang rentan bila diikuti secara berlebihan.
Referensi:
Apa Itu Lipstick Effect? Mengenal Fenomena Spending Habit di Tengah Penurunan Ekonomi. (2024, Oktober 9). IDX Channel. Retrieved November 13, 2024 from https://www.idxchannel.com/milenomic/apa-itu-lipstick-effect-mengenal-fenomena-spending-habit-di-tengah-penurunan-ekonomi
VPsychology of Spending: The Lipstick Effect Decoded. Intuit Mailchimp. Restrivied November 13, 2024 from https://mailchimp.com/resources/lipstick-effect/
Nasib jadi kelas menengah di Indonesia – Banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran. (2024, September 11). BBC Indonesia. Retrieved November 13, 2024 from https://www.bbc.com/indonesia/articles/cy4l3z2e8xro
Lipstick Effect dan Ilusi Daya Beli Kelas Menengah. (2024, November 4). Kumparan. Retrieved November 14, 2024 from https://kumparan.com/anwar-muhammad-1633680734749446084/lipstick-effect-dan-ilusi-daya-beli-kelas-menengah-23qcftCFViD/full
Mengenal lipstick effect, tetap bergaya meski ekonomi sulit. (2024, November 5). Merdeka. Retrieved November 14, 2024 from https://www.merdeka.com/uang/mengenal-lipstick-effect-tetap-bergaya-meski-ekonomi-sulit-229061-mvk.html?page=2
Comments